Sabtu, 25 November 2017

ENVIRO PETA


SATU PETA UNTUK INDONESIA 


Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau biasa disebut dengan Republik Indonesia (RI) adalah negara di Asia Tenggara yang berada diantara benua Asia dan Australia, serta berada diantara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Dari Sabang sampai Marauke banyak sekali yang bisa kita dapatkan. Mulai dari kekayuaan akan pertumbuhan ekonomi, kekayaan sumber daya alam, potensi swasembada pangan, keanekaragaman flora dan fauna, serta keindahan pesisir dan laut. Akan tetapi, semua itu mulai tercemar yang disebabkan oleh jumlah penduduk setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kemudian pemukiman semakin bertambah. Perambahan hutan terus berlangsung. Kebakaran hutan terjadi dimana-mana, kerusakan mangrove, pencemaran air maupun ekosistem di laut dan kerusakan terumbu karang. Semua ini dikarenakan adanya campur tangan dari manusia.
Banyaknya pemukiman menyebabkan persediaan lahan berkurang. Sehingga menyebabklan permaalahan mengenai sengketa lahan. Sengketa lahan merupakan hal yang umum terjadi di Indonesia. Di mana dokumen atau bukti kepemilikan seringkali tidak ada atau tidak lengkap, dan peta seringkali berbeda dari satu instansi pemerintah dengan instansi pemerintah lainnya. Inilah alasan besar mengapa para petani kecil, masyarakat yang sebelumnya memegang kepemilikan atas lahan, masyarakat adat, dan pihak-pihak lainnya seringkali mengalami situasi dimana lahan mereka kemudian diambil dan digunakan oleh perusahaan besar. Misalnya untuk produksi sawit, kayu, atau tambang. Terkadang instansi pemerintah yang berbeda bahkan memberikan izin usaha yang berbeda-beda dikarenakan kewenangan yang tumpang tindih.
Tidak adanya satu peta tata guna lahan sebagai rujukan bersama serta proses peradilan yang lamban dan seringkali tidak berfungsi mengakibatkan mereka yang merasa dianiaya tidak punya banyak pilihan untuk mendapatkan keadilan, sehingga sengketa terus berlanjut dan terkadang berujung pada kekerasan.
Diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang tepat dengan cara penanaman hutan kembali, diperlukan data geospasial, serta pemetaan guna mengetahui letak dan kepastian pemilik lahan yang saat ini telah dilakukan oleh berbagai pihak. Ada berbagai macam sebutan untuk pemetaan, yaitu Overlap (beberapa pihak memetakan wilayah yang sama). Gap (beberapa wilayah belum terpetakan). Presiden Jokowi mengatakan bahwa sekarang ini, karena kita tidak mempunyai “one map policy” (kebijakan satu peta) sehingga yang terjadi adalah sebuah tumpang tindih.
Perihal mengenai tumpang-tindih, seorang petani di Sumatera Selatan bernama Saad harus kehilangan lahannya seluas 38 hektar (94 akre) lahan yang dulu dimiliki keluargannya. Pada tahun 1997, perusahaan datang untuk meratakan lahan tersebut dan menanaminya dengan sawit. Kemudian dimanfaatkan sebagai bahan dasar makanan, kosmetik, biodiesel, serta ratusan produk lainnya di seluruh dunia. Sawit telah menghasilkan banyak keuntungan dan membawa miliaran dolar pendapatan bagi Indonesia dari perdagangan luar negeri. Akan tetapi, dampak yang ditimbulkan sawit sangat besar. Desentralisasi besar-besaran yang terjadi di Indonesia pada tahun 1999 membuka jalan bagi instansi pemerintah untuk menerbitkan konsesi lahan kepada para investor.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah sedang berupaya menyusun sebuah satu peta tunggal Indonesia dengan menggunakan teknik-teknik pemetaan partisipatif dan transformasi konflik melalui sebuah inisiatif bernama Satu Peta. World Resources Institute (WRI) Indonesia sedang tengah mendukung implementasi kebijakan Satu Peta yang diusung oleh pemerintah pusat sebagai pendekatan inovatif demi menyelesaikan perselisihan tersebut. Tim WRI bekerja sama dengan komunitas masyarakat di empat provinsi yaitu Riau, Sumatera Selatan, Papua dan Papua Barat untuk membantu menyusun peta terpadu dan mempertemukan para pemangku kepentingan yang berselisih untuk menemukan solusi. Kebijakan satu peta yaitu satu referensi, satu standar, satu basisdata dan satu geoporial.
            Infrastruktur dasar terkait tata guna lahan masih butuh perbaikan. Kepastian hukum terhadap lahan terbilang sangat lemah. Sengkarut permasalahan sosial serta faktor historis penggunaan lahan jarang tersentuh. Pengelolahan satu peta ini masih dalam perbincangan. Dikarena ada bebrapa faktor yaitu konservasi, ekstensifikasi, masyarakat adat, desa dinas.
Ada beberapa proses yang verifikasi dan validasi Hutan Adat. Seorang  Bupati/Kepala Daerah membuat surat permohonan penetapan areal hutan adat kepada Menteri LHK. Kemudian tim verifikasi dan validasi melakukan adminitrasi verifikasi dan validasi. Melihat biofisiknya dan langsung terjun ke lapangan menuju kelembagaan NHA. Lalu menyusun berita acara verifikasi dan validasi. Mengikuti alur dan SK Penetapan Pencantuman Areal Hutan Adat.

Seringkali terjadi dua sertifikan kepemilikan lahan. Contohnya Aldi dan Andi memiliki kesamaan sertifikat lahan tanah. Melalui masalah tersebut, dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan cara teknik. Menggunakan sistem pengumpulan data yang dibutuhkan. Kedua, dengan cara non teknik. Pengsingkronan peta-petanya. 

Jumat, 17 November 2017

ENVIRO GAMBUT

Berkurangnya Lahan Gambut Di Indonesia 


       Pada umumnya belum seratus persen masyarakat Indonesia mengetahui apa itu gambut, bagaimana terciptanya dan tak jarang juga masyarakat yang memperdulikannya. Awalnya memang kehadiran gambut tidak begitu diperkenalkan oleh pemerintah. Hutan gambut atau lahan tropis merupakan suatu ekosistem yang paling penting bagi Indonesia. Gambut berada di daerah Kalimantan, Sumatra, Papua Barat. Gambut berfungsi sebagai penyerapan karbon dalam jumlah yang banyak. Contohnya adalah memiliki tanah yang subur, udara yang segar, serta pelestarian lingkungan. 
            Awal mula terbentuknya lahan gambut adalah dari sisa-sisa makanan yang telah membusuk. Tidak hanya itu, ranting, daun, pohon-pohon besar, biomassa (yang masih hidup) dan nekromassa (yang sudah mati) memiliki peranan yang sama. Dengan banyaknya sampah organik yang jatuh ke tanah akan membuat tanah semakin subur. Karena terdapat kandungan organik yang dihasilkan. Proses pembusukan ini biasanya terjadi di lahan rawa-rawa karena sifatnya yang asam. Tanah gambut memiliki tekstur yang sangat lunak. Bila ditekan, maka akan menghasilkan air.
            Menurut penelitian, gambut sudah ada sejak 9.500 SM. Gambut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gambut pedalaman dan gambut pantai. Gambut pantai terbentuk sejak  5.000 SM yang menyebabkan muka laut meningkat dan terbentuk delta-delta. Setelah itu, penempatan dan pengisian danau dangkal oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Kemudian pengisian inilah ya menjadi berbagai jenis gambut. Sedangkan gambut pedalaman sama dengan hutan gambut. Kekayaan gambut semakin meningkat sejak adanya peristiwa seperti bencana alam.
            Pada abad ke-20, terjadi perusakan lahan gambut. Lahan gambut yang subur berubah menjadi hitam karena kelapa sawit, pohon akasia, dan kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia. Sekitar tahun 1967, terjadi kabut asap pertama di Palembang. Dan kabut asap terjadi lagi, melanda Kalimantan Selatan. Gambut banyak diminati oleh pengusaha untuk dijadikan bahan bakar sebagai energi. Banyak yang mengatakan bahwa gambut menyimpan 5.000-6.000 kilo kalori per kilogramnya. Tetapi cara yang digunakan sangat membahayakan lahan gambut itu sendiri. Bila hal ini terjadi, maka akan menghabiskan stok karbon pada gambut. Kebakaran hutan hebat terjadi pada tahun 1997. Menyebabkan terlepasnya  karbon hingga 2,57 Gigaton.
 Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, gambut menjadi sasaran proyek 1 juta hektar untuk pertanian. Tanpa berpikir panjang, Pak Hatta panggilan akrabnya mengiyakan hal ini. Beliau berkata “Daripada (gambut) hanya genangan air, lebih baik kita memanfaatkannya karena rakyat tetap membutuhkan pangan.” Setelah Presiden Soeharto tidak menjabat lagi, kebun kelapa sawit dan pohon akasia di lahan gambut terjadi kebakaran hutan tiap tahunnya. Kebakaran ini terjadi dikarenakan pembangunan kanal untuk drainase, yang menyebabkan gambut mengering. Proses kanalisasi membuat gambut mudah terbakar dengan sedikit pancingan panas dan api. Sehingga banyak karbon yang terlepas ke udara. Kualitas tanah pun menurun.
Terjadinya kebakaran pada lahan gambut, akan sangat sulit untuk dipadamkan. Pertama, ketika lahan gambut kering, api kecil, cuaca yang sangat panas bahkan rokok bisa memicu kebakaran. Kedua, api bisa menyebar hingga lapisan gambut dalam yang kedalamannya 4 meter. Ketiga, walaupun api di permukaan sudah padam, bukan berarti api di lapisan dalam juga padam. Api bisa bertahan berbulan-bulan bahkan bisa menjalar ke tempat lain.
 Indonesia menjadi tuan rumah bagi lahan gambut tropis terbesar di dunia. Emisi karbon dari dekomposisi dan kebakaran gambut berkontribusi sebesar 42 persen dari total emisi Indonesia. Kebakaran gambut pada tahun 2015 telah menggeser posisi Indonesia dari peringkat keenam menjadi ke peringkat keempat sebagai produsen karbon terbesar di dunia. Dampaknya adalah emisi gas rumah kaca atau setara dengan 1.636 juta ton CO2, kerugian mencapai 200 triliun. Pak SBY saat masih menjabat pernah mengatakan bahwa pemerintah akan mengurangi emisi karbon sebanyak 26% dari Business as Usual pada tahun 2020, era moratorium hutan. Inpres tahun 2011 yang telah ditetapkan tidak berjalan secara efektif.
Bulan Juni – September 2014 sekitar 4.000 hektar lahan gambut hilang karena perizininan 1.605 hektar rawa Tripa untuk kelapa sawit. Pak Jokowi melakukan blusukan ke Sei Tohor, Kepulauan Meranti, Riau 27 November 2014. Beliau mengatakan bahwa lahan gambut harus dilindungi, karena merupakan ekosistem. Indonesia janji melakukan penurunan emisi pada tahun 2030.
Restorasi gambut saat ini juga sedang diperbincangkan. Bagaimana memetakan lahan gambut, apa jenisnya dan sudah ada sejak kapan, cara membasahi gambut kembali, penanaman di lahan gambut, serta memperdayakan ekonomi lokal. Josefhine Chitra selaku anggota WRI mengatakan, akan sangat sulit untuk membuat lahan gambut. Membutuhkan waktu ratusan tahun agar gambut dapat tercipta. Agar dapat menjaga lahan gambut kita tetap terjaga, alangkah baiknya kita mengurangi penggunaan kertas, membaca informasi mengenai lahan gambut, dan gunakan produk kosmetik yang dengan sawit ramah lingkungan.

Sabtu, 11 November 2017

ENVIRO IAR


Penyelamatan Orangutan



Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia atau biasa disebut dengan yayasan IAR yang berlokasi di Sinarwangi, Ciapus, Bogor. Yayaysan IAR adalah organisasi yang bergerak di bidang penyelamatan, rehabilitasi dan konservasi satwa liar. Saat ini IAR memfokuskan kegiatannya pada satwa primate yaitu kukang, monyet ekor panjang dan beruk, serta orangutan. Penyelamatan ini dilakukan baik di dalam maupun di luar Indonesia. Orangutan atau nama lainnya adalah mawas adalah sejenis kera dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau kecoklatan yang tinggal di hutan gambut. Di dalam hutan terjadi pengkaplingan wilayah untuk memudahkan dalam merawat dan menjaga orangutan. Luas tanahnya mencapai 300 hektar. Orangutan ini tinggal di hutan gambut untuk melangsungkan kehidupannya.
Saat ini orangutan menjadi salah satu binatang yang terancam punah, bisa juga dikatakan sangat punah dan akan punah. Salah satu penyebabnya adalah dari ulah manusia. Pengurangan hutan secara besar-besaran. Hutan dibabat untuk lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit, serta permukiman warga sehingga mengancam kelangsungan hewan-hewan. Banyak yang melakukan aksi pemburuan liar. Hal ini disebabkan karena manusia merasa dirugikan dengan adanya hewan-hewan ini yang masuk kedalam hutan kemudian mencuri hasil perkebunannya. Perdagangan secara ilegal yaitu pencurian bayi-bayi orangutan. Pemburu terlebih dahulu memangsa induknya untuk dibunuh. Kemudian barulah diambil bayinya. Hal ini menyebabkan setiap satu bayi orangutan pun semakin habis dan mengancam kelangsungan hidup orangutan. Orangutan yang tinggal di lahan gaambut ini mudah terbakar bila air gambutnya mengalami kekeringan. Tidak hanya itu, kebakaran hutan juga disebabkan akibat ulah manusia yang menyebabkan beberapa orangutan terkena luka bakar bahkan sampai ada yang mati. Hutan juga diubah menjadi lahan pertambangan. Pertambangan mengubah seluruh isi hutan.
Kejadian ini yang membuat tim organisasi IAR mengadakan beberapa langkah untuk meningkatkan populasi orangutan kembali. Pusat dari Yayasan IAR berada di Inggris, Amerika, Kanada. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menangkap orangutan. Pertama, dengan mengusir orangutan dengan suara bunyi-bunyian. Bila cara ini tidak ampuh, tim menggunakan cara yang kedua, yaitu dengan membius orangutan yang sudah ditargetkan. Setelah itu, orangutan tersebut jatuh kedalam jaring yang telah dsediakan.  Orangutan yang telah berhasil ditangkap, akan mengikuti tahap selanjutnya yaitu rehabilitas.
Di rehabilitasini, orangutan ini dibius yang disesuaikan dengan umur dari orangutan tersebut. Dalam masa rehabilitasi, orangutan dikarangtina selama delapan minggu atau dua bulanlamanya. Dilhat dari kondisi orangutan yang sudah bisa dilepas atau bebas dari penyakit. Sebesar 97% DNA orangutan hampir sama dengan manusia. Untuk melakukan tes apakah ada spesies baru, menggunakan patogen untuk dikembangbiakkkan lalu dicek di laboratorium. Pengecekan ini bisa dari rehak, kotoran, dan lain sebagainya. Dari pengecekkan tersebut, barulah bisa ditemukan apakah ada spescies baru atau tidak. Salah satus pesiesnya adalah Pongo Pygmaeus dari Kalimantan, Aboliee dari Sumatera, dan Tapanesliensis merupakan spesies baru yang ditemukan.
“Biaya yang dikeluarkan yayasan untuk memberikan makan dan medis adalah 150 dollar untuk satu orangutan. Belum lagi kalau ada yang dirawat, maka biaya yang digunakan adalah 250 dollar per orangutan.” Jelas Tantyo Bangun saat presentasi dalam mata kuliah Enviro. Setelah selesai dikarangtina, orangutan juga belajar disekolah khusus orangutan. Di sekolah, orangutan bisa bermain sambil belajar sebagai bekal mereka jika sudah dilepas di hutan. Batas pengajaran kepada orangutan sampai usia satu setengah tahun, karena masih bisa di ubah tingkah laku, karakter agar lebih mudah diatur. Dalam tahap pengajaran, kesulitan tim yaitu dalam mengajari orangutan ketika mereka dalam bahaya. Contohnya ketika di dekat mereka ada seekor ular, mereka bukannya menjauh tetapi berusaha untuk mendekati ular tersebut.
Tahap ketiga yaitu pelepasan orangutan. Saat pengembalian orangutan kehutan, terlebih dahulu disuntik setengah bius dan digotong kehutan, barulah dilepas. Pelepasan berada di tiga titik. Titik pertama di Taman Nasional Bukit Baka. Titik kedua di Gunung Palung Nasional Park.Dan titik ketiga di Hutan Lindung Gunung Tarak. Setelah dilepas sesuai dengan kesepakatan tim, yayasan tidak seratus persen benar-benar melepasnya. Tetapi setiap harinya mereka melakukan pengecekan apa saja yang dilakukan, dari mana ia mendapatkan makanan. Segala aktifitas orangutan dikontrol selama beberapa hari kedepan. Jika memang memungkinkan sudah mampu sendiri, maka orangutan tersebut akan hidup bebas kembali di hutan.

Tempat tinggal untuk setiap orangutan diberikansatu kilometer persegi. Untuk sekarang ini, Yayasan IAR sudah menampung sebanyak 112 orangutan. Angka ini mengalami peninggkatan dari tahun sebelumnya. Semakin banyak orangutan yang ditampung, maka akan semakin besar juga masalah yang ditanggung. Untuk menghitung jumlah populasi. Orangutan juga membuat sarang di hutan untuk tempat tinggal mereka. Tim yayasan bisa mengetahui jumlah orangutan dari sarang yang dibuatnya itu. Penelitian membuktikan orangutan yang tinggal di penangkaran dan karangtina umurnya lebih pendek dari orangutan yang hidup di alam bebas.

Jumat, 03 November 2017

Before The Blood

Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim di Dunia


Film Before The Flood merupakan film dokumenter yang di bintangi oleh Leornardo DiCaprio yang dibuat oleh National Geographic dan ditayangkan di TV Nat Geo maupun beredar luas di Youtube. Film ini menceritakan bagaimana banyak kejadian yang menyebabkan kerusakan lingkungan maupun perubahan iklim. Serta dampak yang dirasakan masyarakat yang ada di dunia. Dalam film ini, beberapa negara diambil sebagai contoh untuk menunjukkan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim, yaitu Amerika dan kanada, China, India, Indonesia. Serta kepulauan, pengusaha, peningkatan suhu bumi yang dibahas dalam film tersebut.
Dimulai dari Amerika dan Kanada. Perusahaan perkebunan yang ada disana mengalami kerusakan akibat ekolasi minyak dan gas. Ini disebabkan kurangnya rasa kepeduliaan masyarakat Amerika terhadap lingkungan sekitar. Karena segala sesuatu yang dilakukan manusia dapat menghasilkan karbon dioksida. Misalnya dari cerobong asap yang dihasilkan dari kegiatan pabrik. Menyebabkan polusi udara dan berdampak pada kesehatan manusia dari asap yang dihasilkan pabrik tersebut. Masyarakat di laut Atrik menjelaskan bahwa air laut disana awalnya sangat biru. Akan tetapi laut tersebut berubah menjadi es dan tidak sebiru yang dulu. Seorang ahli geologi juga mengatakan bahwa pada tahun 2040 laut tersebut sudah bisa dilewati kembali. Ini dikarena es nya telah mencair dan bisa berlayar di kutub utara pada saat musim kemarau. Perusahaan minyak ini yang membuat suatu aksi suap kepada berbagai pihak yang bersangkutan untuk tidak mempercayai adanya perubahan iklim. Sehingga pihak perusahaan tidak merasa bersalah dan dapat membela dirinya.
Lain halnya di China, sekitar kota Beijing dan Shandong banyak yang menggunakan batubara sebagai bahan untuk industri energi. Kekhawatiran masyarakat disana semakin nampak dengan adanya perubahan iklim dapat mengganggu kesehatan mereka. Selanjutnya adalah di India. India merupakan negara yang berpolusi tinggi bahkan tertinggi di dunia. Karena banyak kegiatan mereka yang menggunakan batubara untuk kegiatan sehari-hari dan kelangsungan hidupnya. Sunita Narain yang berasal dari pusat sain dan lingkungan mengatakan bahwa sekitar 300 juta penduduk India belum mendapatkan energi. Masyarakat India menggunakan kotoran sapi sebagai bahan bakar. Persediaan batubara di India cukup besar. Tetapi penggunaan batubara masyarakat Amerika lebih boros dibandingkan masyarakat India. Dikarenakan rumahnya lebih besar sehingga membutuhkan listrik yang lebih banyak. Walaupun penduduk di India sangat banyak. Mereka berharap agar masyarakat Amerika lebih bijak dan efisien lagi dalam menggunakan batubara.
Di dalam film tersebut juga mengangkat Indonesia sebagai salah satu emiter kabon terbesar dunia. Penyebabnya adalah deforestasi besar-besaran di wilayah tersebut. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia menghasilkan polusi karbon yang tinggi dari jumlah karbon yang dihasilkan rata-rata seluruh aktivitas Amerika per hari.  Ekosistem Leuser di Aceh, di mana tingkat pembukaan hutan yang sangat tinggi telah memperburuk masalah perubahan iklim. Leonardo DiCaprio terlihat kesulitan pada saat melihat pemandangan di luar pada saat berada di dalam helikopter. Kerusakan hutan yang terjadi di Sumatra merupakan akibat dari eksploitasi dan sengaja dihanguskan untuk penanaman kelapa sawit. Kejadian ini bukan satu dua kalinya terjadi. Bahkan sering dan memang sengaja diperencanakan.
Pulau Sumatra dipakai untuk penanaman kelapa sawit karena memiliki luas lahan Perkebunan Rakyat (PR) terbesar dibandingkan pulau lainnya. Luasya bisa mencapai 3.526.582 hektar. Sumatra juga dikenal luas akan keberadaan perusahaan-perusahaan tua perkebunan yang sudah berdiri sejak jaman penjajahan Belanda. Keberadaan perkebunan kelapa sawit memiliki andil besar terhadap pembangunan daerah, seperti penyediaan lapanagn pekerjaan, peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat luas. Masyarakat Indonesia mendapatkan keuntungan besar dari ketersediaan pasokan kelapa sawit yang melimpah di dalam negeri.
Banyak keuntungan yang kita dapatkan dari kelapa sawit. Produksi minyak yang dihasilkan dapat digunakan untuk memasak, minyak industri, dan bahan bakar seperti biodiesel. Oleh sebab itu, banyak hutan yang ada di Indonesia diubah menajdi perkebunan kelapa sawit. Indonesia bangga dengan produksi kelapa sawitnya yang sangat berlimpah. Tanpa disadari, semakin besar produksi kelapa sawit maka akan semakin besar juga kerusakan lingkungan yang terjadi. Bagaimana tidak ? Lahan hutan yang seharusnya untuk kelangsungan hidup binatang dan kelestarian lingkungan, diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Satu pohon kelapa sawit saja dapat menyerap air yang sangat banyak. Sudah tak terhitung lagi berapa banyak hutan yang sudah tiada untuk digantikan sebagai perkebunan kelapa sawit. Berbagai penelitian dan para ilmiah mengatakan bahwa aktivitas perkebunan kelapa sawit dan pengolahan hasil produksinya telah menimbulkan berbagai penyakit bagi ekosistem hutan dan sekitarnya. Indikatornya banyak dan tak bisa ditutupi. Tanah-tanah pada perkebunan kelapa sawit dan lahan sekitar yang tercemar oleh aktivitas pengolahan minyaknya. Kelompok mikroorganisme indicator kesuburan tanah juga mengalami penurunan. Dan sangat sulit untuk sekarang ini memperbaiki keadaan lingkungan dan perubahan iklim yang ada.


Pemerintah harus bekerja keras untuk membangkitkan kembali keadaan lingkungan ala mini. Karena semakin hari akan semakin memburuk bila tidak dilakukan pencegahan dari sekarang. Melalui film “Before The Flood” ini bisa membuat masyarakat dunia sadar akan bahaya yang ditimbulkan dari peistiwa ini dan untuk lebih peduli lagi kepada alam khususnya lingkungan. 

GLOBAL JOURNALISM

TEMBAKAU INDONESIA MENYUMBANG PEMASUKKAN GLOBAL Penulis : Grace Priskila Hakim Ilustrasi rokok dan pohon tembakau (GRACE PRISKILA ...