Berkurangnya Lahan Gambut Di Indonesia
Pada umumnya belum seratus persen
masyarakat Indonesia mengetahui apa itu gambut, bagaimana terciptanya dan tak
jarang juga masyarakat yang memperdulikannya. Awalnya memang kehadiran gambut
tidak begitu diperkenalkan oleh pemerintah. Hutan gambut atau lahan tropis
merupakan suatu ekosistem yang paling penting bagi Indonesia. Gambut berada di
daerah Kalimantan, Sumatra, Papua Barat. Gambut berfungsi sebagai penyerapan
karbon dalam jumlah yang banyak. Contohnya adalah memiliki tanah yang subur,
udara yang segar, serta pelestarian lingkungan.
Awal
mula terbentuknya lahan gambut adalah dari sisa-sisa makanan yang telah
membusuk. Tidak hanya itu, ranting, daun, pohon-pohon besar, biomassa (yang
masih hidup) dan nekromassa (yang sudah mati) memiliki peranan yang sama.
Dengan banyaknya sampah organik yang jatuh ke tanah akan membuat tanah semakin
subur. Karena terdapat kandungan organik yang dihasilkan. Proses pembusukan ini
biasanya terjadi di lahan rawa-rawa karena sifatnya yang asam. Tanah gambut
memiliki tekstur yang sangat lunak. Bila ditekan, maka akan menghasilkan air.
Menurut
penelitian, gambut sudah ada sejak 9.500 SM. Gambut dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu gambut pedalaman dan gambut pantai. Gambut pantai terbentuk
sejak 5.000 SM yang menyebabkan muka
laut meningkat dan terbentuk delta-delta. Setelah itu, penempatan dan pengisian
danau dangkal oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Kemudian pengisian
inilah ya menjadi berbagai jenis gambut. Sedangkan gambut pedalaman sama dengan
hutan gambut. Kekayaan gambut semakin meningkat sejak adanya peristiwa seperti
bencana alam.
Pada
abad ke-20, terjadi perusakan lahan gambut. Lahan gambut yang subur berubah
menjadi hitam karena kelapa sawit, pohon akasia, dan kebakaran hutan yang
disebabkan oleh manusia. Sekitar tahun 1967, terjadi kabut asap pertama di
Palembang. Dan kabut asap terjadi lagi, melanda Kalimantan Selatan. Gambut banyak
diminati oleh pengusaha untuk dijadikan bahan bakar sebagai energi. Banyak yang
mengatakan bahwa gambut menyimpan 5.000-6.000 kilo kalori per kilogramnya. Tetapi
cara yang digunakan sangat membahayakan lahan gambut itu sendiri. Bila hal ini
terjadi, maka akan menghabiskan stok karbon pada gambut. Kebakaran hutan hebat terjadi
pada tahun 1997. Menyebabkan terlepasnya karbon hingga 2,57 Gigaton.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto,
gambut menjadi sasaran proyek 1 juta hektar untuk pertanian. Tanpa berpikir
panjang, Pak Hatta panggilan akrabnya mengiyakan hal ini. Beliau berkata
“Daripada (gambut) hanya genangan air, lebih baik kita memanfaatkannya karena
rakyat tetap membutuhkan pangan.” Setelah Presiden Soeharto tidak menjabat
lagi, kebun kelapa sawit dan pohon akasia di lahan gambut terjadi kebakaran
hutan tiap tahunnya. Kebakaran ini terjadi dikarenakan pembangunan kanal untuk
drainase, yang menyebabkan gambut mengering. Proses kanalisasi membuat gambut
mudah terbakar dengan sedikit pancingan panas dan api. Sehingga banyak karbon
yang terlepas ke udara. Kualitas tanah pun menurun.
Terjadinya kebakaran pada
lahan gambut, akan sangat sulit untuk dipadamkan. Pertama, ketika lahan gambut
kering, api kecil, cuaca yang sangat panas bahkan rokok bisa memicu kebakaran.
Kedua, api bisa menyebar hingga lapisan gambut dalam yang kedalamannya 4 meter.
Ketiga, walaupun api di permukaan sudah padam, bukan berarti api di lapisan
dalam juga padam. Api bisa bertahan berbulan-bulan bahkan bisa menjalar ke
tempat lain.
Indonesia menjadi tuan rumah bagi lahan gambut
tropis terbesar di dunia. Emisi karbon dari dekomposisi dan kebakaran gambut
berkontribusi sebesar 42 persen dari total emisi Indonesia. Kebakaran gambut
pada tahun 2015 telah menggeser posisi Indonesia dari peringkat keenam menjadi
ke peringkat keempat sebagai produsen karbon terbesar di dunia. Dampaknya
adalah emisi gas rumah kaca atau setara dengan 1.636 juta ton CO2,
kerugian mencapai 200 triliun. Pak SBY saat masih menjabat pernah mengatakan bahwa
pemerintah akan mengurangi emisi karbon sebanyak 26% dari Business as Usual
pada tahun 2020, era moratorium hutan. Inpres tahun 2011 yang telah ditetapkan
tidak berjalan secara efektif.
Bulan Juni – September
2014 sekitar 4.000 hektar lahan gambut hilang karena perizininan 1.605 hektar
rawa Tripa untuk kelapa sawit. Pak Jokowi melakukan blusukan ke Sei Tohor,
Kepulauan Meranti, Riau 27 November 2014. Beliau mengatakan bahwa lahan gambut
harus dilindungi, karena merupakan ekosistem. Indonesia janji melakukan
penurunan emisi pada tahun 2030.
Restorasi gambut saat ini
juga sedang diperbincangkan. Bagaimana memetakan lahan gambut, apa jenisnya dan
sudah ada sejak kapan, cara membasahi gambut kembali, penanaman di lahan
gambut, serta memperdayakan ekonomi lokal. Josefhine Chitra selaku anggota WRI mengatakan,
akan sangat sulit untuk membuat lahan gambut. Membutuhkan waktu ratusan tahun
agar gambut dapat tercipta. Agar dapat menjaga lahan gambut kita tetap terjaga,
alangkah baiknya kita mengurangi penggunaan kertas, membaca informasi mengenai
lahan gambut, dan gunakan produk kosmetik yang dengan sawit ramah lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar