Jumat, 17 November 2017

ENVIRO GAMBUT

Berkurangnya Lahan Gambut Di Indonesia 


       Pada umumnya belum seratus persen masyarakat Indonesia mengetahui apa itu gambut, bagaimana terciptanya dan tak jarang juga masyarakat yang memperdulikannya. Awalnya memang kehadiran gambut tidak begitu diperkenalkan oleh pemerintah. Hutan gambut atau lahan tropis merupakan suatu ekosistem yang paling penting bagi Indonesia. Gambut berada di daerah Kalimantan, Sumatra, Papua Barat. Gambut berfungsi sebagai penyerapan karbon dalam jumlah yang banyak. Contohnya adalah memiliki tanah yang subur, udara yang segar, serta pelestarian lingkungan. 
            Awal mula terbentuknya lahan gambut adalah dari sisa-sisa makanan yang telah membusuk. Tidak hanya itu, ranting, daun, pohon-pohon besar, biomassa (yang masih hidup) dan nekromassa (yang sudah mati) memiliki peranan yang sama. Dengan banyaknya sampah organik yang jatuh ke tanah akan membuat tanah semakin subur. Karena terdapat kandungan organik yang dihasilkan. Proses pembusukan ini biasanya terjadi di lahan rawa-rawa karena sifatnya yang asam. Tanah gambut memiliki tekstur yang sangat lunak. Bila ditekan, maka akan menghasilkan air.
            Menurut penelitian, gambut sudah ada sejak 9.500 SM. Gambut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gambut pedalaman dan gambut pantai. Gambut pantai terbentuk sejak  5.000 SM yang menyebabkan muka laut meningkat dan terbentuk delta-delta. Setelah itu, penempatan dan pengisian danau dangkal oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Kemudian pengisian inilah ya menjadi berbagai jenis gambut. Sedangkan gambut pedalaman sama dengan hutan gambut. Kekayaan gambut semakin meningkat sejak adanya peristiwa seperti bencana alam.
            Pada abad ke-20, terjadi perusakan lahan gambut. Lahan gambut yang subur berubah menjadi hitam karena kelapa sawit, pohon akasia, dan kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia. Sekitar tahun 1967, terjadi kabut asap pertama di Palembang. Dan kabut asap terjadi lagi, melanda Kalimantan Selatan. Gambut banyak diminati oleh pengusaha untuk dijadikan bahan bakar sebagai energi. Banyak yang mengatakan bahwa gambut menyimpan 5.000-6.000 kilo kalori per kilogramnya. Tetapi cara yang digunakan sangat membahayakan lahan gambut itu sendiri. Bila hal ini terjadi, maka akan menghabiskan stok karbon pada gambut. Kebakaran hutan hebat terjadi pada tahun 1997. Menyebabkan terlepasnya  karbon hingga 2,57 Gigaton.
 Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, gambut menjadi sasaran proyek 1 juta hektar untuk pertanian. Tanpa berpikir panjang, Pak Hatta panggilan akrabnya mengiyakan hal ini. Beliau berkata “Daripada (gambut) hanya genangan air, lebih baik kita memanfaatkannya karena rakyat tetap membutuhkan pangan.” Setelah Presiden Soeharto tidak menjabat lagi, kebun kelapa sawit dan pohon akasia di lahan gambut terjadi kebakaran hutan tiap tahunnya. Kebakaran ini terjadi dikarenakan pembangunan kanal untuk drainase, yang menyebabkan gambut mengering. Proses kanalisasi membuat gambut mudah terbakar dengan sedikit pancingan panas dan api. Sehingga banyak karbon yang terlepas ke udara. Kualitas tanah pun menurun.
Terjadinya kebakaran pada lahan gambut, akan sangat sulit untuk dipadamkan. Pertama, ketika lahan gambut kering, api kecil, cuaca yang sangat panas bahkan rokok bisa memicu kebakaran. Kedua, api bisa menyebar hingga lapisan gambut dalam yang kedalamannya 4 meter. Ketiga, walaupun api di permukaan sudah padam, bukan berarti api di lapisan dalam juga padam. Api bisa bertahan berbulan-bulan bahkan bisa menjalar ke tempat lain.
 Indonesia menjadi tuan rumah bagi lahan gambut tropis terbesar di dunia. Emisi karbon dari dekomposisi dan kebakaran gambut berkontribusi sebesar 42 persen dari total emisi Indonesia. Kebakaran gambut pada tahun 2015 telah menggeser posisi Indonesia dari peringkat keenam menjadi ke peringkat keempat sebagai produsen karbon terbesar di dunia. Dampaknya adalah emisi gas rumah kaca atau setara dengan 1.636 juta ton CO2, kerugian mencapai 200 triliun. Pak SBY saat masih menjabat pernah mengatakan bahwa pemerintah akan mengurangi emisi karbon sebanyak 26% dari Business as Usual pada tahun 2020, era moratorium hutan. Inpres tahun 2011 yang telah ditetapkan tidak berjalan secara efektif.
Bulan Juni – September 2014 sekitar 4.000 hektar lahan gambut hilang karena perizininan 1.605 hektar rawa Tripa untuk kelapa sawit. Pak Jokowi melakukan blusukan ke Sei Tohor, Kepulauan Meranti, Riau 27 November 2014. Beliau mengatakan bahwa lahan gambut harus dilindungi, karena merupakan ekosistem. Indonesia janji melakukan penurunan emisi pada tahun 2030.
Restorasi gambut saat ini juga sedang diperbincangkan. Bagaimana memetakan lahan gambut, apa jenisnya dan sudah ada sejak kapan, cara membasahi gambut kembali, penanaman di lahan gambut, serta memperdayakan ekonomi lokal. Josefhine Chitra selaku anggota WRI mengatakan, akan sangat sulit untuk membuat lahan gambut. Membutuhkan waktu ratusan tahun agar gambut dapat tercipta. Agar dapat menjaga lahan gambut kita tetap terjaga, alangkah baiknya kita mengurangi penggunaan kertas, membaca informasi mengenai lahan gambut, dan gunakan produk kosmetik yang dengan sawit ramah lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GLOBAL JOURNALISM

TEMBAKAU INDONESIA MENYUMBANG PEMASUKKAN GLOBAL Penulis : Grace Priskila Hakim Ilustrasi rokok dan pohon tembakau (GRACE PRISKILA ...